Perubahan iklim global telah memicu kekhawatiran mendalam mengenai dampaknya terhadap kelangsungan hidup berbagai spesies, terutama reptil yang sangat bergantung pada suhu lingkungan untuk mengatur proses biologis vital mereka.
Penelitian ilmiah terbaru menyoroti bagaimana fluktuasi suhu, khususnya peningkatan inkubasi, dapat memicu perubahan signifikan pada penentuan jenis kelamin dan integritas genetik reptil. Temuan kunci dari studi ini menunjukkan bahwa suhu inkubasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan fenomena yang dikenal sebagai pembalikan jenis kelamin (sex reversal) pada reptil yang secara genetik adalah jantan. Contohnya, pada spesies naga berjanggut tengah (Pogona vitticeps), reptil jantan yang dibesarkan pada suhu inkubasi yang meningkat dapat berkembang menjadi individu yang berfungsi sebagai betina. Fenomena ini telah diamati di populasi liar, menunjukkan bahwa perubahan iklim bukan hanya ancaman teoritis tetapi realitas yang memengaruhi ekosistem.
Lebih lanjut, penelitian pada tokek darat Guibé (Paroedura guibeae) mengungkap bahwa suhu yang lebih tinggi tidak hanya memengaruhi ekspresi gen, tetapi juga mengganggu proses rekombinasi genetik selama meiosis. Gangguan ini dapat bermanifestasi sebagai fragmentasi DNA dan perubahan struktural pada kromosom, yang memengaruhi pasangan kromosom dan pembentukan persilangan (crossover), elemen krusial untuk menjaga stabilitas genom dan variabilitas genetik.
Reptil, sebagai hewan berdarah dingin (poikilotermik), sangat rentan terhadap perubahan suhu lingkungan karena mereka tidak dapat mengatur suhu tubuh internal mereka sendiri. Ketergantungan ini membuat mereka sangat sensitif terhadap tren pemanasan global. Sebuah studi komprehensif yang menganalisis lebih dari 4.100 spesies vertebrata darat menemukan bahwa tingkat penuaan pada organisme berdarah dingin, termasuk reptil dan amfibi, berkorelasi langsung dengan suhu lingkungan yang lebih tinggi. Semakin panas lingkungannya, semakin cepat laju kehidupan mereka, yang berpotensi menyebabkan penuaan lebih cepat dan umur yang lebih pendek. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan populasi reptil di tengah meningkatnya suhu global.
Implikasi dari temuan ini sangat luas. Gangguan pada rekombinasi genetik dapat menyebabkan ketidakstabilan genomik, yang pada gilirannya dapat menghambat kemampuan adaptasi jangka panjang spesies reptil atau bahkan menyebabkan penurunan populasi. Para ilmuwan menyarankan bahwa pemahaman yang lebih mendalam tentang interaksi kompleks antara faktor lingkungan dan proses genetik pada reptil sangat penting untuk memprediksi jalur evolusi dan kelangsungan hidup mereka di masa depan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami konsekuensi jangka panjang dari gangguan genetik yang diinduksi oleh panas ini terhadap populasi reptil dan evolusi mereka secara keseluruhan.
