Keputusan parlemen Yunani pada 9 Juli 2025 untuk menangguhkan permohonan suaka bagi migran yang datang melalui laut dari Afrika Utara, terutama Libya, menimbulkan pertanyaan mendalam tentang dampak sosial-psikologis. Dari perspektif ini, kita dapat menganalisis bagaimana kebijakan tersebut memengaruhi perilaku, emosi, dan interaksi sosial para migran dan masyarakat Yunani.
Pertama, penangguhan tersebut dapat menyebabkan peningkatan kecemasan dan ketidakpastian bagi para migran. Mereka menghadapi risiko deportasi tanpa identifikasi, yang dapat mengakibatkan trauma psikologis dan kesulitan dalam mengakses hak-hak dasar. Sebuah studi oleh organisasi hak asasi manusia menemukan bahwa migran yang mengalami penolakan suaka seringkali mengalami gejala depresi dan gangguan stres pasca-trauma.
Kedua, kebijakan ini dapat memperburuk hubungan sosial antara migran dan masyarakat Yunani. Penolakan suaka dapat memicu prasangka dan diskriminasi, menciptakan suasana permusuhan dan ketidakpercayaan. Survei menunjukkan bahwa persepsi negatif terhadap migran seringkali meningkat selama krisis migrasi, yang dapat mengarah pada peningkatan insiden rasisme dan xenofobia.
Ketiga, penangguhan tersebut dapat memengaruhi kesejahteraan psikologis masyarakat Yunani. Perdebatan publik tentang migrasi seringkali memicu polarisasi sosial, yang dapat menyebabkan stres dan kecemasan bagi warga negara. Selain itu, ketidakpastian tentang masa depan migrasi dapat memengaruhi rasa aman dan stabilitas sosial.
Penting untuk mempertimbangkan dampak sosial-psikologis dari kebijakan migrasi untuk memastikan bahwa hak-hak migran dilindungi dan masyarakat Yunani tetap inklusif dan ramah.