Krisis air di Kabul, Afghanistan, telah menjadi ancaman serius yang memerlukan perhatian khusus. Penurunan permukaan air tanah yang signifikan, pertumbuhan populasi yang pesat, dan dampak perubahan iklim telah memperparah situasi ini. Laporan terbaru menunjukkan bahwa cadangan air bawah tanah di Kabul telah menurun drastis dalam beberapa tahun terakhir, dengan banyak sumur bor yang mengering. Jika tren ini berlanjut, diperkirakan cadangan air bawah tanah Kabul akan habis pada tahun 2030, yang dapat berdampak langsung pada sekitar tujuh juta penduduk kota tersebut.
Selain masalah kuantitas, kualitas air juga menjadi perhatian utama. Sebagian besar air tanah di Kabul terkontaminasi oleh limbah, garam, dan arsenik, menjadikannya tidak aman untuk dikonsumsi. Hal ini meningkatkan risiko penyebaran penyakit yang ditularkan melalui air, seperti diare dan kolera, yang dapat menyebabkan wabah dan kematian. Kurangnya akses terhadap air bersih juga berkontribusi pada masalah sanitasi yang buruk, memperburuk kondisi kesehatan masyarakat.
Pemerintah dan organisasi internasional perlu segera mengambil tindakan untuk mengatasi krisis air ini. Upaya yang diperlukan meliputi penyediaan akses air bersih yang aman, peningkatan sanitasi, dan edukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan dan keselamatan diri. Tanpa langkah-langkah tersebut, krisis air di Kabul berpotensi menjadi ancaman eksistensial bagi penduduk kota tersebut.